Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca merupakan kemampuan
atmosfer untuk mempertahankan suhu udara panas yang nyaman dalam perubahan
nilai yang kecil. Efek rumah kaca disebabkan peningkatan emisis gas-gas rumah
kaca (GHGs) utanya berupa gas karbondioksisda (CO2) dan gas metana
(CH4). Adanya efek rumah kaca menyebabkan beberapa peristiwa,
seperti peningkatnya suhu bumi yang berakibat adanya perubahan iklim yang
signifikan, mencairnya glasier, naiknya permukaan air laut, serta merusak
lapisan ozon yang mana hal ini berdampak pada adanya paparan sinar UV yang
dapat menyebabkan beberapa jenis penyakit kulit berbahaya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk permasalahan diatas, diantaranya yaitu a) Kementrian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia membuat sebuah penghargaan kinerja lingkungan perusahaan,
yaitu PROPER sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan.
b) Melakukan mitigasi gas CO2 dengan
cara biologi melalui pemanfaatan mikroalga berupa Spirulina platensis.
c) Pemerintah mengeluarkan peraturan
tentang penghijauan, salah satu contohnya Pergub No. 38 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung Hijau (Green Building). Bangunan ini bertanggung jawab
terhadap lingkungan dan sumber daya efisieni mulai dari tahap perencanaan
hingga dekonstruksi. Tujuannya adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan bangunan
gedung yang memperhatikan aspek-aspek dalam menghemat, menjaga, dan menggunakan
sumber daya secara efisien.
d) Melalui komunikasi risiko
pemerintah. Tujuannya untuk menyampaikan pesan-pesan risiko untuk meningkatkan
kesadaran, pemahaman, dan menggerakkan khalayak untuk bertindak.
e) Eliminasi, dengan
menghindari aktivitas dan menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan emisi
GRK, seperti mematikan peralatan elektronik ketika tidak digunakan, misalnya
lampu.
f)
Pengurangan, dilakukan dengan melakukan efisiensi energi ketika melakukan suatu
kegiatan, misalnya melakukan pemilihan peralatan elektronik yang lebih hemat
listrik.
g)
Substitusi, yaitu kegiatan strategi untuk mengganti teknologi atau mengubah
perilaku yang bisa menimbulkan emisi GRK dengan teknologi atau merubah perilaku
yang rendah emisi, misalnya adanya penggunaan biogas untuk mengganti energi
fosil atau energi dari biomassa.
h)
Offset, yaitu strategi untuk menyerap konsentrasi GRK, sehingga emisi GRK yang
dihasilkan dapat dikurangi, misalnya adanya kegiatan berupa reforestasi untuk
menyerap emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Wulandari (2015) tanaman damar mata
kucing (Shorea javanica) dapat menyerap emisi CO2 sebesar 124,86 ton/hektar.
i)
Penggunaan bahan organik pada kegiatan pertanian. Penggunaan bahan organik pada
kegiatan pertanian dapat berdampak positif pada perbaikan kondisi tanah,
kesehatan tanaman maupun lingkungan, serta dapat mengurangi penggunaan pupuk
kimia maupun dapat menekan emisi GRK .
j) Adanya peraturan-peraturan maupun gerakan moral pelindung lingkungan dari sebuah lembaga, baik secara nasional maupun internasional.
Pada topik ini, dilakukan praktikum yang bertujuan untuk
menyelidiki pengaruh ketebalan bahan terhadap suhu udara dalam ruangan
tertutup. Dengan desain penyelidikannya sebagai berikut:
Hasil pengamatan, didapatkan data sebagai berikut:
Berdasarkan data tersebut dapat dilakukan penjelasan
ilmiah sebagi berikut:
Rangkaian alat dalam
percobaan ini dirancang untuk mengetahui kenaikan suhu udara pada toples
melalui pengukuran temperatur suhu m enggunakan termometer. Terdapat beberapa
faktor yang dapat berpengaruh pada kenaikan temperatur suhu. Salah satu faktor
dari kenaikan temperatur, yaitu adanya pengaruh dari panas matahari (Talumewo
et al, 2012). Temperatur suhu juga dapat berubah sesuai dengan jenis aktivitas
yang dilakukan. Maka dari itu, percobaan dilakukan menggunakan tiga toples
dengan dibedakan rangkaian alatnya dan juga akan dilakukan pada dua kondisi
yang berbeda. Percobaan ini menggunakan toples yang terbuat dari kaca tembus
pandang. Penggunaan toples kaca yang tembus pandang bertujuan supaya cahaya
matahari dapat masuk ke dalam stoples sehingga suhu di dalamnya lebih hangat
(Yusuf, 2015). Stoples tembus pandang juga akan mempermudah dalam pembacaan
termometer yang diletakkan di dalamnya. Bagian dasar stoples dialasi dengan
tisu yang berwarna putih. Tisu berfungsi menahan termometer supaya tidak
bersentuhan langsung dengan kaca dan mengalami lonjakan suhu. Selain itu, warna
putih pada tisu dapat merefleksikan atau memantulkan semua panjang gelombang
dan menyerap sedikit cahaya. Hal ini memproyeksikan bagaimana energi panas dari
cahaya matahari yang diadsorpsi kemudian dipantulkan kembali oleh awan dan
permukaan bumi (Achmad, 2004). Pada kenyataannya, energi yang dipantulkan oleh
bumi akan tertahan oleh awan, gas CO2, dan gas rumah kaca lainnya untuk
dikembalikan ke bumi. Fenomena ini yang menyebabkan bumi mengalami kenaikan
suhu. Percobaan untuk mengetahui kenaikan suhu dilakukan dengan menggunakan
tiga stoples yang dibedakan sebagai toples A,B, dan C. Stoples A tidak diberi
penutup pada bagian atasnya. Sedangkan pada stoples B diberikan tutup berupa
plastik mika dan pada stoples C diberikan tutup berupa kaca bening yang
tebalnya sekitar 3 mm. Stoples akan diberikan dua perlakuan, yaitu diletakkan
dibawah sinar matahari dan diteduhkan dari sinar matahari. Pada perlakuan
pertama, suhu awal termometer di dalam toples A, B, dan C secara berturut-turut
yaitu 38,7˚C; 39,9˚C; dan 35,0˚C. Setelah dipanaskan selama 3 menit dibawah
sinar matahari, suhu yang ditunjukkan termometer pada stoples A,B, dan C secara
berturut-turut yaitu 41,1˚C ; 42,8˚C; dan 42,4˚C. Kemudian pemanasan
dilanjutkan 2 x 3 menit. Suhu pada menit ke 6 dan 9 menunjukkan telah mencapai
batas maksimal dari suhu yang dapat terukur oleh termometer dan dilambangkan
dengan tulisan H. Sesuai dengan informasi yang tertera pada kemasan, H
mengindikasikan bahwa suhu yang teramati lebih dari 42˚C. Stoples dan
termometer kemudian diambil dan dibiarkan sampai kembali mencapai suhu normal.
Setelah itu diletakkan pada tempat yang teduh. Suhu awal yang tercatat pada
termometer dalam stoples A, B, dan C yaitu 38,7˚C ; 39,9˚C; dan 35˚C. Suhu
setelah didiamkan selama 3 menit di tempat yang teduh tidak menunjukkan
perubahan. Kemudian setelah didiamkan selama 6 menit, suhu yang teramati dari
termometer secara berturut-turut yaitu 33,2˚C; 32,4˚C; dan 35˚C. Suhu kembali
mengalami perubahan setelah didiamkan selama 9 menit menjadi 34,4˚C; 32,6˚C;
dan 32,3˚C. Berdasarkan data yang diperoleh, pada kaca tanpa penutup energi
panas dapat secara bebas terserap di dalam stoples dan dipantulkan kembali
keluar toples. Oleh sebab itu, kenaikan dan penurunan suhu yang terjadi tidak
stabil. Kemudian, pada stoples dengan penutup berupa plastik mika menunjukkan
terdapat kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini mengindikasikan
bahwa energi panas yang menembus plastik mika terserap oleh stoples yang
kemudian dipantulkan keluar. Namun akibat adanya penghalang, energi tidak dapat
keluar secara bebas sehingga tertahan oleh plastik mika dan menyebabkan
pemantulan kembali energi ke dalam botol. Sedangkan pada stoples dengan penutup
kaca, kenaikan dan penurunan suhu terjadi secara stabil. Energi panas tidak
serta merta masuk dan keluar dari dalam stoples dengan bebas. Energi panas
harus melewati penutup kaca terlebih dahulu, kemudian terserap oleh stoples dan
dipantulkan keluar. Adanya penutup kaca yang cukup tebal menjadikan energi
panas tidak dapat keluar dengan bebas dan dipantulkan kembali kedalam stoples.
Dengan demikian, adanya penutup dan ketebalan dari penutup stoples berpengaruh
terhadap perubahan suhu di dalam stoples. Percobaan ini mengilustrasikan
bagaimana efek rumah kaca dapat terjadi di bumi. Stoples merupakan gambaran
dari bumi, sedangkan penutup toples merupakan gambaran dari atmosfer bumi.
Partikel-partikel yang berada di atmosfer menentukan tebal tipisnya atmosfer
dan ketahanannya untuk memantulkan energi panas. Efek rumah kaca tetap
dibutuhkan oleh bumi apabila kadarnya masih normal (Achmad, 2004). Namun jika
kadarnya berlebih, maka efek rumah kaca dapat membahayakan keberlangsungan
kehidupan di bumi.
Sumber: Ansori, A., & Wahyudin, D. (2020). Upaya Penurunan Emisi GRK Melalui” Green Building”. Jurnal Reformasi Administrasi: Jurnal Ilmiah untuk Mewujudkan Masyarakat Madani, 7(1), 1-8.
Riyanto, R. (2007). Strategi Mengatasi Pemanasan Global (Global Warming). Value Added: Majalah Ekonomi Dan Bisnis, 3(2), 22802.
Rahman,. Effendi, H., Rusmana, I., Yulianda, F., Wardianto, Y. (2020). Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Berbasis Ekosistem Mangrove sebagai Mitigasi Gas Rumah Kaca di Kawasan Sungai Tallo Kota Makassar. Journal of Natural Resources and Environmental Management, 10(2): 320 - 328.
Sumber gambar: Canva
Komentar
Posting Komentar